- Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana
desa (TKDD). Aturan tersebut merupakan revisi dari PMK Nomor 187/PMK.07/2016.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh
Widodo mengatakan, dalam beleid yang telah ditandatangani pada 4 April 2017
terdapat perubahan skema atau ketentuan mengenai pengelolaan TKDD.
Terutama, kata Boediarso, dari sisi pengalokasian,
penyaluran dan pelaporan, serta efektivitas penggunaan TKDD.
"PMK 50/2017 ini adalah sebagai penyempurnaan PMK
187, bahkan sebelumnya ada PMK 48," kata Boediarso saat acara Press
Briefing Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Kementerian Keuangan,
Jakarta, Kamis (13/4/2017).
Pengubahan beberapa ketentuan dalam PMK 50/2017 ini
juga sejalan dengan meningkatnya alokasi TKDD dalam APBN dan masih besarnya
peranan TKDD sebagai sumber pendapatan APBD. Besaran realisasi TKDD 2016
sebesar Rp 710,9 triliun dan pada 2017 meningkat menjadi Rp 764,9 triliun.
"Jadi kenapa PMK ini perlu diterbitkan?, saat ini
kita sedang transformasi kebijakan pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa
sebagai kelanjutan reformasi tahun lalu," tambahnya.
Boediarso mengungkapkan, setidaknya ada 6 kebijakan
strategis dalam PMK 50/2017. Pertama mengenai pengalokasian DAU bersifat
dinamis atau tidak final, sehingga DAU per daerah dan realisasi penyalurannya
akan mengikuti dinamisasi perkembangan PDN neto.
Kedua, penyaluran TKDD berdasarkan kinerja penyerapan
dan capaian atas penggunaan TKDD yang disalurkan pada tahun sebelumnya.
Penyaluran berbasis kinerja ini diterapkan pada Dana Alokasi Khusus (DAK)
fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus
dan Dana Tambahan Infrastruktur Papua dan Papua Barat, serta dana desa.
Ketiga, penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, yang
sebelumnya dilakukan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan, sekarang dilakukan oleh
KPPN di seluruh Indonesia. Tujuannya, untuk mendekatkan pelayanan Kementerian
Keuangan kepada pemerintah daerah, meningkatkan efisiensi koordinasi dan
konsultasi antara pemerintah daerah dengan Kemenkeu, meningkatkan efektivitas
monitoring dan evaluasi, serta analisis kinerja pelaksanaan DAK Fisik dan dana
desa.
Keempat, penguatan peran Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah dalam memberikan rekomendasi atas usulan kegiatan DAK
fisik dari kabupaten/kota, dan pelaksanaan sinkronisasi, serta harmonisasi
rencana kegiatan DAK fisik antar daerah, antar bidang, dan antar DAK dengan
pendanaan lainnya.
Kelima, penyempurnaan kriteria dalam pengalokasian
Dana Insentif Daerah (DID) berdasarkan beberapa indikator tertentu, yaitu
pengelolaan keuangan daerah (e-budgeting, e-planning dan e-procurement),
pelayanan dasar publik seperti gizi buruk, dna ekonomi kesejahteraan seperti
pegentasan kemiskinan.
Sedangkan yang keenam, kata Boediarso, peningkatan
kualitas belanja infrastruktur daerah untuk meningkatkan pelayanan dasar
publik, yaitu dengan menganggarkan presentase tertentu dari dana transfer ke
daerah yang bersifat umum. Melalui peningkatan kualitas infrastruktur
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan,
pengurangan pengangguran, dan pengurangan kesenjangan antar daerah.
PMK 50/2017, lanjut Boediarso, berlaku sejak
ditetapkan dengan masa transisi. Untuk pelaksanaan DAK fisik pada triwulan I,
batas penyampaian laporan paling lambat tanggal 19 Mei 2017, sedangkan
penyalurannya paling lambat 31 Mei 2017.
Penyaluran DAK nonfisik untuk triwulan I, triwulan II,
dan semester I tahun 2017, dan DID 2017 dan dana otonomi khusus tahap I tahun
2017, dilaksanakan sesuak dengan PMK Nomor 48/2016 tentang pengelolaan TKDD
sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 187/2016 tentang perubahan atas PMK
nomor 48/2016 tentang pengelolaan TKDD.
Sedangkan penyaluran dana desa tahap I tahun 2017,
kata Boediarso paling cepat dilakukan April atau paling lambat pada Juli tahun
ini.[]
Sumber: Detik.com
0 komentar:
Posting Komentar